Al - Ijma'
Ijma’ artinya: bersetuju,
bersatu dsb.
Dalam ilmu Ushul Fiqih ada
beberapa macam ketetapan (ta’rif) yang dibuat ulama-ulama, dengan mengemukakan
beberapa ayat Al Quran dan Hadits yang mereka anggap kena.
Ringkasan maksud
ta’rif-ta’rif itu, dapat disimpulkan demikian: “Wajib diterima dan diamalkan
persetujuan ulama-ulama (mujtahidin=orang-orang yang bersungguh-sungguh (dalam
menyelidiki soal Agama) dalam memahami ayat Al Quran atau Hadits, dan wajib
juga diterima keputusan mereka tentang perkara keduniaan dan ibadah yang
tidak tersebut dalam Al Quran atau Hadits”.
Kalau diperhatikan
benar-benar, maka ayat Al Quran dan Hadits-hadits yang dijadikan alas an untuk
menetapkan adanya Ijma’ itu tidak ada yang mengenai persoalannya.
Sebenar-benar
Ijma’
Sebagian besar dari ahli
Ushul berpendirian bahwa dalam hal ibadah tidak boleh sekali-kali kita menurut
Ijma’ manusia (ulama-ulama).
Kalau apa-apa yang
disetujui orang itu sudah ada keterangannya dari Al Quran atau Hadits, lalu
kita turut kepadanya, tidak berarti kita menurut Ijma’ manusia, tetapi nyata
kita menurut keterangan Agama.
Ijma’ manusia yang boleh
dipakai, hanya Ijma’ sahabat-sahabt Nabi Saw, karena suruhan Rasulullah
sebagaimana sabda Beliau dibawah ini:
Ijma’ Sahabat
Sebagai Asas
Nabi Saw bersabda:
عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ (ابوداودوغيره)
Artinya:
Hendaklah kamu berpegang kepada cara-caraku dan cara Khalifah-khalifah yang
lurus sesudahku (Abu Dawud dll).
Khalifah disini maksudnya
sahabat Nabi, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.
Ijma’ ini sahabat
diterima, karena:
b. Kita percaya bahwa sahabat-sahabat Nabi Saw, mengerjakan sesuatu amal itu, sesudah mendapat kebenaran (iqrar) dari Rasulullah Saw, atau mereka melihat Nabi berbuat demikian.
Bagian Ijma’
Ijma’ itu bisa
terdapat dalam hal-hal berikut:
2. Tentang memaham Ayat Al Quran atau Hadits dalam urusan ibadah.
3. Tentang menetapkan sesuatu hukum bagi sesuatu perkara keduniaan dengan jalan Qias.
4. Tentang menetapkan sesuatu hukum untuk sesuatu perkara keduniaan atas jalan kemaslahatan.
Empat macam Ijma’ ini, jika sudah setuju dengan keterangan dan kehendak Agama, maka ketika itu harus diturut.
6. Tentang menetapkan sesuatu hukum bagi sesuatu perkara ibadah atas jalan kemaslahatan.
Dua macam
Ijma’ ini (5 dan 6) wajib ditolak, karena sepanjang dasar Agama tidak ada
satupun perkara ibadah yang boleh diqiaskan atau ditetapkan atas jalan
kemaslahatan.
Demikianlah penjelasan ringkas mengenai Al Ijma.
Demikianlah penjelasan ringkas mengenai Al Ijma.