Al Ahkam
Sebelum memasuki qa’idah-qa’idah ilmu ushul,
baiklah terlebih dahulu kita mengenal kedudukan beberapa ketentuan yang
diistilahkan dengan HUKUM AKAL, HUKUM ADAT dan HUKUM SYARA’
AL AHKAM
“Al-Ahkam” atau “Ahkam” artinya hukum-hukum, ya’ni:
ketetapan-ketetapan atau keputusan-keputusan atas sesuatu. Kalau 1 (mufrad)
disebut “hukum”. Hukum - hukum itu ada 3:
2. Hukum “Adat
3. Hukum Syara’
Sebenarnya Hukum Aqal dan Hukum Adat tidak
termasuk dalam ilmu Ushul Fiqih. Tetapi supaya tidak tercampur antara 3 macam
hukum itu, dan supaya dapat didudukkan masing-masing pada tepatnya, maka
baiklah juga kita ketahuinya secara ringkas.
HUKUM AQAL
Yang lazim dikatakan hukum aqal itu, ialah
keputusan yang diambil oleh aqal dengan berfikir pendek atau panjang.
Hukum aqal itu ada 3 bagian:
2. Mustahil, dan
3. Ja-iz
Keterangan:
2. MUSTAHIL pada aqal itu ialah suatu perkara yang aqal biasa memastikan “tidak adanya”, seperti: bilangan “satu” terhadap “dua”, maka aqal memutuskan: tidak ada “satu” itu lebih besar daripada “dua”.
3. JA-IZ pada aqal ialah suatu perkara yang aqal biasa menerima “adanya” atau “tidak adanya” sesuatu, seperti: suatu benda, maka aqal menerima bahwa ia dapat “bergerak” pada suatu masa, dan “tidak bergerak” pada masa lain. Aqal tidak memastikan benda itu “bergerak” dan tidak pula mengharuskan benda itu “tidak bergerak”.
“Bergerak” dan “tidak bergerak” itu, boleh
kejadian.
Ta’rif WAJIB, MUSTAHIL dan ZAIZ tersebut
kami tunjukkan dengan singkat supaya mudah difahami, tetapi yang sema’na dengan
itu, boleh dikenakan pada satu-satunya.
HUKUM ADAT
Hukum Adat itu ialah suatu keputusan yang diambil
oleh manusia, setelah memandang hal-hal yang biasa terjadi atau yang
tidak biasa terjadi dalam adat kebiasaan.
Hukum adat ini ada 3:
2. Mustahil, dan
3. Ja-iz
Keterangan:
2. MUSTAHIL pada adat itu, adalah suatu perkara yang biasanya tidak pernah kejadian seperti api: tidak biasa kejadian api itu dingin.
3. JA-IZ pada adat itu, adalah suatu perkara yang biasanya dapat terjadi begini dan begitu; seperti sembuh dari penyakit: biasanya kejadian sembuh adalah dengan berobat, tetapi biasa juga dengan tidak memakan obat.
Ta’rif yang seumpama dengan 3 macam tersebut,
boleh dimasukkan pada masing-masing bahagian.
HUKUM SYARA’
Hukum Syara’ itu adalah keputusan dari Syara’
(Agama) atas tiap-tiap orang yang sudah baligh, berakal dan yang pernah
mendengar ajakan Agama.
Hukum Syara’ ini disebut juga Hukum Taklifi
(hukum yang memberati), dan boleh juga dikatakan Hukum Agama.
Hukum Syara’ ada 5 macam:
2. Sunnat,
3. Haram,
4. Makruh,
5. Mubah.
Keterangan:
Seperti “Shalat”, Shalat itu diperintah atau diberatkan oleh Agama kepada tiap seorang. Jadi dikatakan shalat itu “wajib”, ya’ni mesti dikerjakannya. Kalau tidak dikerjakannya, berdosalah orang itu.
2. SUNNAT adalah ketetapan bagi suatu perkara yang kalau dikerjakannya, mendapat ganjaran, tetapi jika ditinggalkannya tidak berdosa.
Seperti: “Shalat gerhana”. Shalat ini, kalau kita kerjakan akan mendapat ganjaran, tetapi bila tidak dikerjakannya tidak berdosa.
3. HARAM adalah ketetapan bagi suatu perkara yang mesti dijauhinya (ditinggalkannya); tidak boleh orang melakukannya. Kalau dikerjakannya, maka berdosalah.
“Haram” ini kebalikan dari “Wajib”.
Seperti: “memfitnah”. Ini dilarang Agama; kita
mesti menjauhinya. Kalau kita mengerjakannya, berdosalah.
Seperti: “Shalat di tempat sembelihan binatang-binatang”. Ini tidak disukai Agama, tetapi tidak diharamkannya. Jadi, lebih baik ditinggalkannya. Kalau ada yang mengerjakannya, tidaklah ia berdosa.
5. MUBAH adalah ketetapan bagi suatu perkara yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkannya. Dikerjakan atau tidak, tidak ada dosa dan tidak mendapat ganjaran.
Seperti: “Minum air”. Boleh kita minum air dan
boleh juga tidak. Minum atau tidak minum, tidak ada urusan dosa atau ganjaran.
Keterangan:
2. SUNNAT itu boleh disebut Mandub, Thathawwu’, Mustahabb, Nafal, atau Ihsan.
3. HARAM boleh disebut Muharram, Ma’shiat, atau Mah-zhur.
4. MAKRUH boleh disebut Karahah atau Karahiah.
5. MUBAH boleh disebut Ja-iz atau Halal.
Penjelasan:
Dari 3 macam hukum yang tersebut (Hukum Aqal,
Hukum Adat, dan Hukum Syara’) dapat kita ketahui bahwa ketetapan (ta’rif)
masing-masing hukum itu berlainan. Tiap-tiap satu mempunyai kedudukan dan
jurusan sendiri-sendiri.
Karena itu perlu mendapat perhatian benar-benar,
supaya tidak tercampur sehingga keliru kita menggunakannya, ketika
membicarakannya sesuatu soal atau masalah.
Umpamanya: Wajib menurut Hukum Aqal tidak sama
dengan Wajib menurut Hukum Adat, dan berlainan pula dengan Hukum Syara’.
Begitulah yang lain-lainnya.
Ringkasan:
b. HUKUM ADAT itu berhubung dengan kejadian yang biasa berlaku di dunia atau diantara manusia.
c. HUKUM SYARA’ itu berhubung dengan perintah-perintah dan larangan-larangan dari Agama, ya’ni dari Allah dan Rasul-NYA.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai Al Ahkam
Wallahu A’alam