AL HADITS
Hadits menurut bahasa adalah khabaran, Hadits
sering juga disebut SUNNAH.
Sunnah artinya kelakuan, perjalanan, pekerjaan
dan cara, beda ma’nanya dengan sunnah dalam hukum sehari-hari (hukum sunnah,
wajib, haram, mubah, makruh).
Tetapi dalam ilmu Ushul Fiqih, Hadits atau Sunnah
tadi ditujukan kepada:
b. fi’il-fi’il Nabi (pekerjaan-pekerjaan Beliau)
c. taqrir-taqrir Nabi (yakni ucapan atau perbuatan sahabat yang Beliau diamkan dan tidak ditegurnya dengan arti membenarkannya).
Pengumpulan Hadits
Pada zaman Nabi SAW, boleh dikatakan tidak ada
sahabat yang menulis Hadits, meraka hanya menghafalkan lafadz atau ma’na ucapan
Rasulullah SAW.
Pada tahun 99 Hijriah, barulah mulai ditulis dan
dikumpulkan Hadits-hadits oleh Abu Bakar bin Hazm, atas perintah Khalifah Umar
bin Abdul Aziz. Sesudah ini baru pula timbul penguumpulan dari Imam-imam.
Riwayat Hadits
Hadits-hadits yang sampai kepada kita, ada yang
dengan jalan Mutawatir (ma’nanya lihat pembicaraan “Riwayat Al Quran” pada
postingan sebelumnya) seperti Al Quran ada yang bukan mutawatir.
Hadits-hadits yang bukan mutawatir ini dinamakan hadits Aahad.
Derajat Hadits
Tiap-tiap hadits mutawatir, sudah tidak syak
tentang sahnya. Adapun yang Aahad dibagi menjadi 2:
2. yang Dha’if (lemah)
HADITS SHAHIH
Hadits Shahih adalah hadits yang diceritakan
orang-orang kepercayaan, mulai dari sahabat yang mendengar dari Nabi SAW sampai
kepada kita, dengan tidak terputus penerimaan seorang dari seorang lain.
Contohnya sabda Nabi SAW:
مَا
اَنْزَلَ اللّٰهُ دَاءً اِلَّا اَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
Artinya: Allah tidak menurunkan penyakit,
melainkan IA menurunkan juga bagi penyakit itu penawarnya (obatnya).
Sabda Nabi ini oleh Imam Bukhari dicatat dalam
kitabnya. Kata Bukhari: ia mendengar dari Muhammad bin Al-Mutsanna; Muhammad
ini dari Abu Ahmad dari Umar bin Sa’id; Umar dari ‘Atha’ bin Abi Rabah; ‘Atha’
dari Abu Hurairah; Abu Hurairah dari Rasulullah SAW.
Orang-orang antara Bukhari dan Rasulullah SAW itu
semua kepercayaan. Pendengaran mereka antara seorang dengan yang lain tidak
terputus.
HADITS DHAIF
Hadits Dhaif adalah satu hadits yang putus (tidak
bersambung) antara orang-orang yang menyampaikannya atau diantara mereka ada
yang tercela sifat-sifatnya:
b. suka salah dan keliru,
c. suka menipu,
d. tidak kuat hafalan,
e. khianat (tidak jujur),
f. dan sifat tercela lainnya yang meragukan orang untuk menerima riwayatnya.
Contohnya:
عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ
اَبِۍْ بَكْرٍ بْنِ حَزْمٍ : اَنَّ فِۍ الْكِتَابِ الَّذِيْ كَتَبَهُ رَسُوْلُ اللّٰهِ
ص لِعَمْرٍوَبْنِ حَزْمٍ : اَنْ لَا يَمَسَّ الْقُرْاٰۤنَ اِلَّاطَا هِرٌ.
Artinya: Dari Malik, dari Abdullah bin Abi Bakar
bin Hazm, bahwa dalam surat yang Rasulullah SAW kirim kepada Amr Bin Hazm (ada
sebutan): “Bahwa tidak boleh menyentuh Quran melainkan orang yang suci”.
Hadits ini putus, tidak bersambung yaitu Abdullah
bin Abu Bakar bin Hazm tersebut tidak bertemu Nabi SAW, dan tidak semasa dengan
Nabi SAW, karena dia seorang Thabi’y (thabi’y artinya seorang muslim yang
tidak bertemu dengan Nabi SAW hanya bertemu dengan sahabat Nabi SAW) yang
adanya sesudah sahabat Nabi SAW. Tetapi dalam hadits diatas kelihatan
seolah-olah Abdullah itu sezaman dengan Nabi dan mendengar dari Beliau SAW.
Contoh orang yang tercela:
مَنْ قَالَ لِمِسْكِيْنِ
: اَبْشِرْ فَقَدْ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Artinya: Barangsiapa berkata kepada orang miskin:
“Bergembiralah” maka sesungguhnya pasti baginya sorga.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Ady dari
‘Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah, dari Sufyan, dari Yahya bin Sa’id, dari
Abi Hurairah, lalu katanya, dari Nabi SAW.
Abdul Malik bin Harun yang ada dalam sanad Hadits
tersebut adalah seorang pendusta. Oleh karena itu omongan yang dikatakan Hadits
tersebut itu tidak dapat dipercayai sebagai sabda Nabi kita SAW.
Hadits yang boleh dipakai
Hadits-hadits yang boleh dipakai atau diamalkan
isinya, ialah:
b. Hadits Shahih yang tidak bertentangan dengan Al Quran atau lain-lain keterangan dari hadits juga yang lebih kuat,
c. Hadits yang belum dimansukhkan hukumnya (belum dihapuskan hukum yang ada dalam hadits itu)
d. Hadits yang tidak sangat lemah yang dikuatkan dengan lain-lain keterangan yang sah.
Hadits Sebagai Asas
Menurut firman Allah SWT di bawah ini, dan
beberapa keterangan lain, nyatalah bahwa Hadits atau Sunnah itu menjadi Asas
yang kedua bagi Agama kita:
وَمَاۤ اٰتَاكُمُ
الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ
وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوْا
( الحشر: ٧)
Artinya: Dan apa-apa yang dibawa oleh Rasul itu
kepadamu, hendaklah kamu terima; dan apa-apa yang ia larang kamu, hendaklah
kamu jauhinya. (Al-Hasyr : 7)
Demikian penjelasan singkat pokok-pokok Agama
mengenai Hadits, semoga bermanfaat bagi yang membacanya.
Wassalam